Sejarah GBMRB
SEJARAH GUA BUNDA MARIA RATU
DIAWALI DARI SEBUAH MIMPI
Kehadiran Gua Maria Ratu, Besokor –Weleri-Kendal-Jawa tengah menambah wahana tempat Ziarah di jalur pantura, Jawa tengah. Gua Maria Ratu , Besokor tak dapat dipisahkan dari Paroki St. Martinus Weleri-Kendal, yang masuk wilayah tugas Ke Uskupan Agung Semarang .
Dusun Besokor, merupakan salah satu Lingkungan Paroki St. Martinus Weleri yang berjarak 3 Km ke arah Selatan yang merupakan kawasan berbukit. Dusun besokor ketika itu adalah Dusun yang sangat miskin, sebagian penduduknya adalah buruh tani atau buruh perkebunan. Karena kemiskinannya inilah, KeUskupan Agung semarang pada tahun 1966 menugaskan Romo Danu Wijoyo (alm),Romo Knettsc Sj(alm), Romo Suto Panitro Sj (alm) dan 3 orang Bruder Rasul.
Menurut Bp. Herwindo, staf keUskupan Agung Semarang, bagian pertanahan, Romo Danulah yang menjadi semacam Pilot Proyek pengembangan karya KeUskupan Agung Semarang, dibidang pertanian (pertanian ketika itu, diidentikan dengan kaum lemah)Romo Danu ketika itu, mendampingi karya bruder-bruder Rasul. Para Bruder dan romo ini menempati tanah perkebunan seluas kurang lebih 11 ha, yang menurut keterangan Bp. Herwindo pula, tanah ini dibeli sejak tahun 1959 dari keluarga Sayers asal dusun Besokor.
PETA KEBERADAAN GUA MARIA RATU, BESOKOR
Menurut bp. Caswan, Yang dulu pernah bekerja di Bruderan, Bp wan sekarang adalah ketua RT 03 Ds. Sidomukti, karya Bruder-bruder Rasul itu adalah di bidang Kesehatan dan membidangi pembangunan. ,: “Dua Bruder menangani kesehatan, ketika itu , menangani beberapa orang yang mengalami gangguan jiwa, stress akibat perang”tegasnya.
“Dua bruder itu pula yang menangani anak cacat mental dan anak nakal (anak jalanan)”, ungkap Bp. Caswan.
“Disini pernah menampung 30 an anak nakal”,tandasnya.
Menurut Bp. Caswan pula, bruder lain menangani pembangunan rumah(sekarang susteran dan kapel) dan pembuatan saluran untuk keperluan bruderan dan masyarakat setempat. Tarekat Bruder Rasul pada kurang lebih tahun 1970 dinyatakan bubar.
Kemudian pada tahun 19981, tempat ini diserahkelolakan pada karya Suster-Suster Abdi Dalem Sang Kristus(ADSK) yang berpusat di Ungaran-Jawa Tengah, sampai sekarang. Para Suster Abdi Dalem Sang Kristus(sekarang Abdi Kristus atau disingkat Ak) ketika itu adalah Sr, Theresala dan Sr. Hortensia. Sr. Theresala menangani masalah kemiskinan, lalu terbentuklah kelompok “17” yang menangani Credit Union (CU) dan penggarapan sawah sewaan. Karya para suster Ak ini bersifat sangat terbuka artinya tanpa memandang golongan ataupun agama.
Kecuali penanganan kelompok yang tergabung dalam kelompok “17” tersebut para suster ini juga membenahi pengadaan air bersih yaitu dengan ditambahnya 2 sumber mata air lagi, “tuk” watu angrik dan “tuk” Sirondo.Suster Ak ini berkarya didampingi oleh Delegatus Sosial KeUskupan Agung semarang dalam pendanaan. Disamping kedua karya tersebut Sr. Theresala dengan dibantu oleh Bp. Petrus Daljo Pranoto ( selaku Dewan Paroki dan sekaligus seorang karyawan Dinas Sosial di Kab. Kendal) mampu menempatkan para kaum tuna wisma yang berkeliaran di seputar kota Weleri untuk di”rumahkan” dengan memanfaatkan tanah milik KeUskupan Agung Semarang ini.
Bp Petrus menerangkan, ada 8 KK yang mampu dibuatkan rumah layak huni dan tentu saja sangat sederhana.
Bp. Petrus mengatakan, “pihak dinas (dalam hal Dinas Sosial) yang membiayai seluruh pembuatan rumah sederhana ini, sedangkan pihak KeUskupan Agung Semarang yang menyediakan tempat atau tanahnya”
“Pada saat itulah sebenarnya merupakan awal-awal dimana Gereja, dalam arti luas berdialog dengan masyarakat “ tandasnya
SAAT PENEMUAN TEMPAT ZIARAH GUA BUNDA MARIA RATU
Pada kurun waktu tugas para suster Abdi Kristus inilah, pada Bulan Desember Tahun 1987, Suster yang bertugas di Besokor adalah sr. Ambrosia dan Sr.. M. Christiana dan Rm. T. Widyana Sj. (Rm T. Widyana Sj, bertugas di paroki Weleri pada th. 1984 s.d 1990), Romo T. Widyana sj, dikaruniai Penampakan Bunda Maria melalui mimpi.
“didalam mimpi tersebut saya kehadiran Bunda Maria, Bunda Maria menunjukkan adanya Gua (lubang) di wilayah perbukitan dusun Besokor yang sangat baik untuk mengeluh dan mengaduh”, ungkap Rm. Widayana, ketika ditemui disela-sela mengisi masa “sepuh:nya Di Giri Sonta – Ungaran.
Keesokan paginya, ketika selesai mempersembahkan misa pagi dikapel susteran Besokor. Romo Wid(panggilan akrabnya) menceritakan pada sr. Ambrosia dan umat di lingkungan Besokor yaitu Bp. Sudiyono, Bp. Suratman, Surito(putra Bp. Suratman – sekarang bekerja di Gua Bunda Maria Ratu, Besokor), dan Bp. Sahnan.
Ketika Romo Wid menanyakan kepada Bp. Sudiyono, “Apakah ada Gua seperti yang saya ceritakan dalam mimpi?”
Bp. Sudiyono menjawab, “ada 3 buah gua, yang satu berada diperbukitan tanah milik KeUskupan, dan 2 lagi ada di luar tanah KeUskupan”
Berangkatlah “rombongan kecil” mencari dimana gua itu berada. Dan pada sebuah lubang, Romo Widyana sambil menunjuk yakin, yang berada di tanah KeUskupanlah yang mirip ada didalam mimpi Romo.
Bukan Gua, melainkan berupa lubang yang tertutup oleh rerumputan, alang-alang dan tanaman liar. Lubang tersebut nyaris tak kelihatan.
Menurut cerita masyarkat setempat, lubang pada jaman Jepang, dipergunakan untuk persembunyian tentara Jepang, baru, setelah masa kemerdekaan lubang itu lebih, dipakai sebagai tungku pembakaran kulit buah randu(abu buah kulit randu merupakan bahan dasar pembuatan sabun cuci, dulu semacam sabun “bebek” yang dicetak kotak-kotak)
Kemudian lubang kecil di bawahnya, sebagai tempat pengeruk abu hasil pembakaran buah kulit randu tersebut
AWAL PERINTISAN GUA DAN MISA PERTAMA
Setelah Rm. Widyana menemukan lubang tersebut, Sr. Ambrosia menyambut antusias. Sr. Ambrosia mengajak umat bergotong royong membersihkan tempat tersebut dari semak alang-alang. Setelah bersih, ternyata lubang tersebut sangat dalam (sekarang lubang itu berada dipaling atas dari seluruh kawasan Gua)
Baru setelah Romo widyana memberikan dana sebesar Rp 100.000 (seratus ribu rupiah) untuk mengerjakan lubang tersebut, lubang atas dibesarkan, dan tepian kekedalaman dibuat trap. Pembuatan trap dimaksudkan untuk duduk para peziarah atau para umat yang berkunjung untuk berdoa.
Kemudian rencana penempatan patung maria di sebelah barat bagian dari lubang tersebut, sehingga lubang kekedalaman bentuknya menjadi setengah bulat.
Pada awal bulan Mei 1988, Patung Maria kecil ditahtakan pertama kali serta “gua” kecil sumbangan dari (alm Bp. Anwar Chandra Weleri).
Menurut Sr. Ambrosia yang dihubungi melalui telepon di Lombok, NTB (sekarang Sr. Abrosia bertugas di Lombok) , pentahtaan patung Maria ini diawali dengan misa Kudus yang dipimpin oleh Rm. Widyana, sekaligus sebagai pembukaan bulan Maria.
“Ketika itu, misa dihadiri hanya oleh umat lingkungan Besokor,”,tandasnya.
Pada tanggal 31 Mei 1988, diadakan misa kedua sebagai penutupan bulan maria.
“Kali ini, dihadiri oleh lebih banyak umat”, ungkap bp. Sudiyono, saat ini bp. Sudiyono menjabat sebagai ketua lingkungan Besokor. Maksudnya, tetap saja dari paroki Weleri sendiri serta umat dari Paroki Kendal dan Kaliwungu, Bp. Sudiyono memberi keterangan
UMAT STASI CEPIRING MERINTIS JALANNYA PEMBANGUNAN
Praktis tidak ada perubahan yang berarti. Baik pembangunan fisik maupun dalam bentuk agenda acara, yang ada hanyalah “pembangunan” isidentil, kecil-kecilan.
Acarapun hanyalah terjadi ketika jumat agung,( jalan salib), setiap tahunnya.
Baru, kira-kira tahun 1995 terjadi pembenahan kecil-kecilan pembenahan kali ini meliputi :
- Pembenahan bak penampung Tuk Sirondo, pembuatan bak air di area Gua Maria dan pembuatan bak yang disalurkan ke warga setempat
- Penggantian patung Maria (selama sr. Yustini bertugas di Besokor sempat mengalami penggantian patung sampai 3 kali)
- Pembuatan “Gua”, dinding samping dan lorong (yang dulu dipakai sebagai pegeruk kulit abu kulit randu). Pembuatan terowongan, maksudnya bukan membuat terowongan baru melainkan terowongan yang dahuhu sudah ada itu ukurannya. (terowongan ini dulu bekas pengerukan abu randu) diperbesar. Yang dahulu hanya berukuran 0.5 m (lebar) dan tingginya hanya 1 meter, dirubah menjadi lebar : 1 .5 Meter dan tinggi : 2,5 meter. sedang kedalaman terowongen masih sama sepanjang 3 meter. (Lihat gambar asli rencana pembuatan oleh Bp. H. Mursarwoko)
- Pembuatan pagar diseputar lubang utama di atas (sekarang seputar makam Yesus)dengan bahan bambu dan kawat (lihat gambar asli rencana pembuatan pagar oleh Bp. H. Mursarwoko)
Baru setelah tahun 2000, secara kebetulan Sdr. A. Kiem Liong Han (Ayam Bakar Kamdoko, Cepiring) salah satu umat stasi Cepiring merasa prihatin menyaksikan salah satu umat Besokor yaitu Bp. Sukiman, mencabuti “pemberhentian jalan salib”dian Sdr. A. Kiem Liong Han menanyakan hal ini kepada Bapak Sukiman , “Apakah setiap tajunnya selalu melakukan hal seperti ini?”, Bapak sukiman mengiyakan tentang hal ini.
“Setiap tahun selalu membuat rute jalan salib baru” ujarnya.
Berjuanglah Sdr. A. Kiem Liong Han berupaya mencari dana untuk pembuatan jalan salib permanen. Upaya mewujudkan idenya ini Koh Han (panggilab akrabnya) mengatakan, “penolakan demi penolakan terus silih berganti “ tuturnya.
Kiem Liong Han menguraikan, pertama-tama yang menolak keras adalah dewan stasi Cepiring. Dewan Stasi merasa dilewati dalam menggagas ide ini.
“Mungkin hal ini didasari, karena saya termasuk orang “baru” dalam Gereja (dibaptis tahun 1995)”, ujarnya lanjut.
Sementara berbagai alasan lain, juga sempat muncul dengan masih adanya pro dan kontra di kalangan Dewan Paroki St. Martinus sendiri(Satasi Cepiring salah satu stasi Pasroki Weleri) , karena tempat ini sudah tercemar oleh beberapa kejadian , yang paling menonjol tempat ini telah dipergunakan untuk perbuatan mesum dikalangan para remaja.sekitar kota Weleri. Disamping sempat terjadi perusakan disana-sini karena kekurangsenanganan “Umat” lain terhadap kehadiran Gua Maria ini. (lihat Box Malam Tirakatan…)
“Dewan Stasi waktu itu, menyilakan saya meneruskan rencana gagasan ini , tapi bukan atas nama Stasi melainkan atas nama pribadi. Saya sedih sekali waktu itu”. Tambahnya.
Sdr. A. Kiem liong Han kalang kabut, karena merasa sangat awam tentang hirarki Gereja. Kemudian Sdr. A. Kiem Liong Han menemui Romo Paroki, Rm YB. Suyitna Sj.(yang bertugas di paroki St. Martinus Weleri ketika itu). Romo Paroki ternyata, mendukung gagasan ini dan bahkan memberi rekomendasi atas proposal yang dib uat oleh A. Kiem Liong Han ini. Menurutnya, Berbekal surat rekomendasi inilah lalu bergerak mencari donatur.Ada 10 orang donatur dengan nilai rupiahnya adalah Rp. 700.000
Sekitar bulan Oktober 2001, setelah pembiuatan “pemberhentian jalan salib” permanen ini selesai, dikirim ke Paroki Weleri.
Dukungan demi dukungan akhirnya terus mengalir. Yang pertama mendukung gagasan ini adalah Bp. Petrus Pranoto selaku Ketua Dewan paroki weleri. Kemudian membawanya dalam rapat pembentukan panitia Paskah tahun 2002, dengan adanya penambahan dana dari panitia Paskah sebesar Rp. 2.000.000. Dengan pemikiran pada bulan April 2002 akan dapat dipergukan untuk mengadakan jalan salib pada jumat Agung.
Sejak itulah pembangunan demi pembangunan terus bergulir. Berbekal Tujuh Ratus Ribu Rupiah dari Stasi Cepiring, merangsang pembangunan Gua Maria Ratu sampai diresmikannya, mencapai pengeluaran dana kurang lebih berjumlah enam ratus juta rupiah.
KRONOLOGIS PEMBANGUNAN GBMR
PERESMIAN
Pembangunan tempat ziarah Gua Bunda Maria Ratu Besokor setelah sangat memadahi sebagai tempat ziarah , pada tanggal 29 Juni 2003 diresmikan penggunaannya.
Peresmian dilakukan oleh Bp. Uskup Agung Semarang, Mgr Ign. Suharyo, Pr. Dan oleh Bupati Kepala Daerah Tingkat II kabupaten Kendal , Bp. Hendy Boedoro, SH. MSI.
Peresmian tersebut diawali dengan Misa), Rm. YB. Suyitna Sj (Romo Paroki St. Martinus Weleri), dan Rm Heru Susanto, MSF.
Dalam homilinya, Bapak Uskup mengungkapkan, saat ini mulai muncul istilah baru, yaitu ziarek, yang merupakan kependekan dari Ziarah dan Rekreasi.
“Rekreasi sesungguhnya, tidak hanya jalan-jalan atau piknik. Rekreasi memiliki arti penciptaan kembali. Jadi dengan berekreasi orang sebenarnya diharapkan mengalami penciptaan kembali, kemudian membuat hidupnya lebih teratur, lebih harmonis.”Ujarnya
Peresmian Gua Bunda Maria Ratu ini dihadiri oleh kurang lebih 3000an umat yang datang dari berbagai wilayah diantaranya, Yogyakarta, Bandung,Pekalongan, Semarang dan wilayah terdekat lainnya.
Bupati Kendal Hendy Boedoro mengungkapkan bahwa kehadiran tempat Ziarah Umat Katolik berupa Gua Bunda Maria Ratu di Dusun Besokor, Desa Sidomukti, Kecamatan Weleri, Kabupaten Kendal, diharapkan dapat mendorong nama Kabupaten menjadi lebih dikenal orang. Dampaknya selain akan meningkatkan pendapatan asli daerah Gua Bunda Maria Ratu juga akan menambah kekhasan Kabupaten Kendal. Selama ini kekhasan yang dimilki Kabupaten Kendal adalah dalam bentuk makanan seperti rambak sejenis kerupuk dan pecel semanggi
“Gua Bunda Maria ratu akan menambah kekhasan yang dimilki Kendal. Oleh karena itu saya minta umat katolik memperkenalkan, di Kendal sekarang ini memiliki tempat Ziarah berupa Gua Maria”.Tambahnya.
Menurut Bapak Hendy Boedoro keterkenalan suatu daerah sangat berperan penting bagi upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah tersebut. Orang akan tertarik mendatangi daerah yang telah dikenal ketimbang mendatangi daerah yang sama sekali belum dikenal. Karena itu, Pemerintah kabupaten Kendal pun berencana mengembangkan wisata Ziarah melalui pembukaan lokasi Ziarah Gua Bunda Maria ratu Besokor tersebut.
Dalam kesempatan tersebut Bapak Uskup agung semarang Mgr. Ign Suharyo,Pr, dan bapak Bupati Kepala Daerah tingkat II Kendal, Hendy Boedoro Sh. MSI berkenan membubuhkan tanda tangan di batu prasasti yang telah disediakan panitia. Pada kesempatan yang sama Bupati Kepala Daerah Kabupaten Tinggat II Kendal juga meresmikan makanan khas tempoat ziarah tersaebut yaitu Dawet Seger, yang ditangani oleh kelompok yang didampingi oleh Sr. Natalia Ak
AGENDA
1. NOVENA 9 KALI
Novena 9 Kali dibuka setiap bulan September dan ditutup pada bulan Mei. Novena ini jatuh pada setiap Minggu pertama setiap bulannya, Novena
sejak Bulan September 2003
2. KALASANTA
Kala Santa diadakan setiap malam jumat pertama, Misa Kala santa digagas olah Rm. YB. Suyitna Sj (ketika itu masih bertugas di Paroki St. Martinus Weleri) Rm. YB Suyitna menguraikan, Kala Santa diterjemahkan secara bebas menjadi kolo-kolo santo atau kadang-kadan menjadi santo .
“ Dengan kadang-kadang menjadi suci di harapkan para panitia pengelola Gua Bunda Maria Ratu mempunyai penyangga spiritual, penyangga iman sehingga Gua Bunda maria Ratu tidak akan kehilangan rohnya sebagai tempat penziarahan” tuturnya lanjut.
Seperti yang pernah di tulis Kompas, Jumat, 1 Oktober 2004, Rm Suyitna mengatakan, bahwa lokasi Gua Bunda Maria ratu Besokor terletak di jalur wisata dari Jakarta ke Temanggung atau ke Semarang. Ini membuat lokasi penziarahan banyak dikunjungi wisatawan setiap tahunnya.
“ Bahkan sejumlah Tour Operator sudah menempatkan Gua Bunda Maria Ratu Besokor ini sebagai obyek wisata yang ditawarkan” ungkapnya.
Misa Kala Santa ini telah dimulai sejak bulan Agustus 2004.
GUA BUNDA MARIA RATU,BESOKOR DITETAPKAN Menjadi DTW DAERAH OLEH PEMKAB KENDAL
Sejak diresmikannyaGua Bunda maria ratu Besokor tahun 2003,.Gua Bunda Maria Ratu, Besokor sejak tahun 2004 Oleh PEMKAB Kendal ditetapkan sebagai Daerah Tujuan Wisata Daerah (DTW) mendampingi DTW lain di kabupaten Kendal. Dengan adanya tempat ziarah baru dikawasan kabupaten Kendal ini akan menambah keanekaragaman daerah wisata di kab. Kendal
Daerah wisata terdekat dengan lokasi Gua Bunda Maria Ratu adalah Air Terjun “Curug Sewu” yang berada di Kecamatan Patean dan Pantai “Sendang Sikucing” yang berada di Kecamatan Rowosari (Lihat Peta tujuan wisata Daerah)
FASILITAS
Pembangunan GBMR yang telah menghabiskan dana tidak kurang 650 juta rupiah ini akhirnya siap melayani para peziarah dari manapun yang melayani informasi 24 jam, dengan no telp dan fax (0294) 644644.
Bp. Herri Santoso,SE selaku ketua pengelola, menerangkan betapa pentingnya fasilitas pelayanan, maka kita persiapkan perangkat-perangkat tersebut secara simultan.
FASILITAS YANG DIMILIKI GBNR, BESOKOR
Inilah fasilitas yang dimiliki Gua Bunda Maria Ratu Besokor, berturut-turut; Sekretariat yang dilihat dari muka, kantor secretariat dilihat dari dalam, 3 buah Gazebo yang menambah keasrian kawasan Gua Bunda Maria ratu, Besokor.
CERITA DIBALIK SEJARAH GBMR
TUK SIRONDO, TUK WATU ANGKRIK
SEBUAH LEGENDA
Secara keseluruhaan tuk (sumber air) yang masuk kawasan Goa Maria Ratu Besokor, ada 2 (dua) Tuk yaitu :
Tuk SIRONDO, yang mulai dibuat bak penampungannya pada kurang lebih Th. 1983 oleh kelompok ”17” yang ketika itu didampingi oleh Sr. Theresala AK dan Bp. Petrus Daljo Pranoto.
Tuk WATU ANGKRIK, yang mulai dibuat Bak, ketika tempat Ziarah Goa Maria Ratu mendekati penyelsaian.
Ke dua tuk ini, berada di perbukitan yang berjarak kurang lebih 1 Km. dari Goa. Keduanya berada di wilayah perkebunan PTP XVIII. Kehadiran Tuk-Tuk ini tentu, membawa berkah bagi masyarakat sekitar. Bahkan jauh sebelum Goa Maria Ratu jadi hingga sampai sekarang.
Ketika itu Memang tidak ada sumbar air lain yang dapat di pakai untuk keperluan minum ataupun untuk memasak. Sedangkan cuci dan mandimasyarakat Besokor memanfaatkan sungai yang mengalir di selatan Dukuh.
Bisa jadi, karya Suster-Suster Ak, ketika itu yang dijadikan Prioritas pertama adalah bagaimana mengu-payakan pengadaan air bersih untuk masyarakat Besokor ini.
Pada kira-kira Tahun 1983, kelompok “17” ketika itu mendapat bantuan dari KeUskupan Agung Semarang merintis merencanakan membuat Bak penampungan air bersih baru (waktu itu sudah ada penyaluran air bersih yang diambilkan dari tuk Petung sejak awal memang untuk memenuhi kebutuhan susteran. Sumber itu kecil, tidak dapat memenuhi kebutuhan akan air bersih yang cukup bagi masyarakat. Setelah melalui proses penelitian oleh pihak KAS maka dipilihlah Tuk SIRONDO. Dipilihnya Tuk Sirondo ada beberapa alasan diantaranya adalah air jernih dan debitnya relatif tetap sepanjang tahun.
Menurut cerita Bp. Paijan, seorang Katolik dan ketua RT Dk. Besokor ketika itu, Tuk Sirondo dulu sebelum dibuat Bak, berupa pancuran dari bambu yang mengalir menyeberang di bawah Jalan Weleei - Sukorejo. Menghadap ke Selatan, menghadap ke Ladang. Di samping pancuran itu sebuah pohon Bendo yang besar dan rimbun ketika itu.
Tuk Sirondo sendiri diyakini masyarakat setempat sebagai tempat yang angker dan wingit. Tidak semua orang berani mendekat pancuran ini, padahal banyak penduduk yang tergiur untuk meminum air pancuran Tuk Sirondo ini, ketika istirahat atau kehausan karena panas terik di ladang.
Menurut Cerita Pak Paijan, pada kira-kira th. 1958 an ada kejadian-kejadian aneh. Seorang pemburu yang la(pemburu) lihat diatas pohon jati di sekitar Tuk Sirondo waktu itu adalah se-ekor kera, maka lalu dibi-diklah seokor kera tersebut dengan senapannya. Namun, apa yang terjadi? Ternyata seorang wanita yang sedang mencari daun jati, matilah si Wanita tersebut.
Cerita-cerita yang menyerupai seperti ini terus terulang. Kali lain, seorang pemburu melihat seekor kijang, setelah dibidik berubah menjadi orang tua. Orang tua itu orang tua Gaib.
Cerita-cerita semacam ini terus menerus bergulir dari tahun ketahun menyelubungi Tuk Sirondo. Menambah keangkeran dan ke wingitan Tuk Sirondo.
Masih menurut cerita Bapak Paijan, di paska pembuatan Bak, seorang penduduk setempat pada waktu yang ber-lainan melihat seekor ular besar berada di dalam Bak, sambil mengibas-ngibaskan ekor-nya seolah sedang menguras Bak tersebut.
Lengkaplah kewibawaan Tuk Sirondo yang sangat ditakuti masyarakat setempat.
Ketika ditanya, apa yang membuat kelompok “17”, yang di dalamnya Pak Paijan sebagai anggota kelompok, berani mernbuat Bak di Tuk Sirondo ?
“Iman Kepercayaan” Jawab Pak Paijan
“Sebelum mengadakan pem-buatan bak malamnya kami menga-dakan selamatan dan sembayangan secara katolik ungkapnya lanjut.
“Dan ternyata tidak terjadi apa-apa, dan kalau mau direnungkan ternyata tuk Sirondo itupun kini masuk lingkungan Goa, yang dipakai sebagai air yang mengdung berkah menurut iman Katolik, ini barangkali berkat Allah yang hadir melalui tuk ini” tambahnya sambil berefleksi.
Tuk Watu Angkrikpun ter-nyata juga tidak terlepas dari tuk sirondo. Kurang lebih mempunyai mitos yang hampir sama.
Dan barangkali inilah ungkapan berkah Illahi terhadap Goa Maria Ratu Besokor melalui air berkah yang dialirkan oleh Tuk Sirondo dan Tuk WatuAngkrik.
MALAM TIRAKATAN
MALAM KERUKUNAN BERAGAMA
Sejak diketemukannya “Goa Bunda Maria Ratu Th 1987, kemudian pada Th. 1995 mulai ada sentuhan pembangunan sampai sebelum th. 2001 dimana pembangunan benar-benar digulirkan.
Ada masa-masa dimana goa maria ini mengalami nasib setengah ‘terlantar’. Siapa berani membayang-kan, tanah seluas 2.5 ha dan meru-pakan tanah perbukitan pula untuk dibangun secara serius dan tertata? Investor mana yang berani menanamkan modalnya untuk mem-bangun tempat Ziarah, yang nota bene tidak berpotensi menangguk keun-tungan? Dan memerlukan biaya yang sangat besar.
Sederet pertanyaan-pertanyaan semacam inilah yang membuat Goa Maria di kurun waktu tursebut diets. mengalami keter-lantaran. Keterlantaran inilah yang dimanfaatkan oleh berbagai kalangan.
Banyak kaum muda atau remaja meggunakan tempat ini sebgai tempat pacaran yang “aman”, dimana ada sedikit tempat yang bersih dan tertutup pula (Lobang oval yang dibangun oleh para Suster AK dengan tempat duduk bertrap-trap ) dan jauh dari lingkungan masyarakat.
Bagi umat non Katolik tempat Doa ini sempat memicu kemarahan. Ungkapan kemarahan mereka ungkapkan dengan merusak patung-patung yang ada di Goa Mari yang setengah terlantar ini, artinya memang tidak terjaga secara baik.
Menurut Bp. Diono, seorang ketua lingkungan Besokor dan seorang Ketua RT 05 Dukuh Besokor, perusakan sempat terjadi sampai 3 kali, diantaraya adalah dengan mengalungkan isi perut (Jeroan) ayam.
Dikatakan oleh Pak Diono, sebenarnya perusakan ini hanya dilakukan oleh satu keluarga saja, yang tinggal diluar Dukuh Besokor.
“Kalau masyarakat Besokor sendiri sebesarnya tidak memper-masalahkan hal ini. Bahkan sejak ada kelompok “17” dibuat. Malah saya sering meminta bantuan warga untuk kerja bakti mempersiapkan untuk Jalan Salib” Kata Pak Diono lebih lanjut.
Ungkapan kemarahan bebera-pa warga tidak berhenti sampai di situ, pada awal pembanguan (Th. 2001) MUSPIKA Kecamatan Weleri dalam sebuah rapat mengundang Bp. Petrus Daljo Pranoto (selaku ketua panitia Pembangunan Goa Bunda Maria Ratu) dan Bp. Paryono selaku tokoh masyarakat Desa Sidomukti, dimintai keterangan atas pembangunan ini.
Bahkan secara khusus Bp. Paryono mengatakan kepada Bp. Camat Weleri, siap menjadi Tanggungan (Borg) jika terjadi hal-hal yang dikhawatirkan oleh Bapak Camat, ketika itu.
Penolakan ini ternyata masih terus berlangsung, ketika pada tahap akhir pembangunan, panitia mempunyai pemikiran baik merencanakan “mem-pavingkan” sekalian, jalan Desa yang bersebelahan dengan area Tempat Ziarah Goa Bunda Maria Ratu, ternyata ditolak. Persoalan ini bahkan sampai masuk agenda Desa. Sekali lagi Bp. Petrus Daljo Pranoto dan Bp. Paryono memainkan peran besar dalam penyelesaian ini.
Maka ketika acara Pentataan Patung Maria pada tanggal 1 Oktober 2002, pada tanggal 30 Oktober malam diadakan malam tirakatan yang meli-batkan masyarakat seputar.
Bp. Paryono sekali lagi menjadi fasilitator, dengan mengundang 150 umat Muslim di Wilayah seputar Ds. Sidomukti.
“Semua yang saya undang hadir, bahkan yang tidak diundang pun ada yang hadir. Saya bangga melihat ini.” Ungkap Bp. Paryono.
Dengan kehadiran para saudara Muslim dalam acara Tirakatan ini menjadi lambang adanya kerukunan umat yang kita dambakan. Goa Bunda Maria Ratu, membawa suasana kerukunan umat beragam
PEMBERITAAN PERESMIAN GUA BUNDA MARIA RATU
DI BERBAGAI MEDIA MASSA
Komentar
Posting Komentar